PSIKOLOGI SOSIAL I / KP-B
PAPER I - SOCIAL
THINKING
OPERASI PLASTIK
PADA AKTRIS KOREA
Dosen
Pembimbing : Ananta Yudiarso, S. Sos., M. Si.
Kelompok
5
Firza
E. Prasetyo (5120206), Alvina Putri (5120016), dan Michael Joshua (5120167)
Fakultas Psikologi Universitas Surabaya
I. SINOPSIS
KASUS
Dunia
hiburan menuntut penampilan. Segala cara seperti operasi plastik pun kerap
dilakukan. Misalnya saja seperti beberapa aktris Korea,
seperti Han Sun-Hwa ‘Secret’, Goo Ha-ra ‘KARA’, Park Min Young, dan Nam Gyuri.
Keempat artis tersebut melakukan lebih dari satu kali operasi plastik pada
wajahnya. Bagi mereka, tampil cantik adalah sebuah keharusan yang dimiliki
aktris dalam dunia hiburan. Oleh karena itu, operasi plastik merupakan fenomena
yang wajar bagi lingkungan artis di Korea. Bahkan salah satu dari mereka
mengakui mendapat dukungan dari keluarganya (Mala, 2013).
Fenomena operasi plastik di
kalangan aktris Korea berhubungan dengan asumsi para aktris mengenai hal
tersebut. Selain itu, terdapat peran media dan kultur yang membentuk asumsi
para aktris ini.
Awalnya, terdapat ideal-self dan real-self pada fenomena operasi plastik ini. Menurut Carl Roger, real-self adalah keadaan seseorang
sesungguhnya, sedangkan ideal-self adalah keadaan yang ingin mereka bentuk
sendiri (dalam Nelwandi, 2010). Pada kasus ini, bentuk wajah asli para aktris
tersebut sebelum dioperasi plastik adalah real-self
dan bentuk wajah seusai operasi
plastik adalah ideal-self mereka. Dalam
hal ini, para aktris Korea tersebut mengalami body dissatisfaction. Higgins mengungkap bahwa dimana ketidaksesuaian
antara ideal dan real-self dari mereka dapat menyebabkan terjadinya body disstatisfaction (dalam Kim &
Sundar, 2012). Greenberg menyatakan bahwa perilaku operasi plastik ini juga menunjukkan
bahwa aktris Korea sebagai pelakunya mengalami body dissatisfaction (Samadzadeh, Abbasi, & Shahbazzadegan,
2011).
Ideal self ini terbentuk dari adanya social self dimana individu mampu
mengenali dan menempatkan peran sosial sesuai dengan lingkungan sosialnya
(Myers, 2010). Pada aktris Korea ini, mereka mengetahui dan menjalankan penuh
peran sosialnya dalam menjaga citra tubuh sebagai seorang aktris melalui social comparison dengan aktris lainnya
(Astuti, 2009). Selain itu, pembentukan diri juga dipengaruhi oleh self knowledge, self esteem, dan self concept.
Self knowledge aktris mengungkap bahwa mereka
seseorang aktris yang membedakan peran sebagai wanita berpenampilan menarik
dengan yang orang biasa-biasa saja dalam bentuk pencitraan tubuh (Astuti,
2009). Aktris tersebut mempunyai self
concept yang rendah karena merasa dirinya mempunyai wajah yang kurang
menarik. Namun, adanya tuntutan self-esteem
yang tinggi sebagai seorang aktris. Hal inilah yang menyebabkan mereka
melakukan operasi plastik untuk menyeimbangkan tingkat self concept dan self esteem-nya.
Perilaku operasi plastik ini adalah hasil
dari perencanaan perilaku yang mempunyai faktor-faktor pembentuk dan saling
memengaruhi. Faktor-faktor inilah yang menjadi akar permasalahan mengapa para
aktris Korea melakukan operai plastik. Menurut Ajzen (1991), perencanaan
perilaku memiliki 3 komponen yang mengawalinya (attitude toward behavior, subjective norms, dan perceived control) dan sebuah niat (behavior intention) akan melakukan
sesuatu sehingga akhirnya terbentuk perilaku.
Dasar
perilaku operasi plastik ini sebenarnya terletak bagaimana aktris mengasumsikan
sulit-tidaknya perilaku tersebut dilakukan. Hal ini disebut Ajzen (1991)
sebagai perceived control. Dalam
kasus ini, para aktris Korea tergolong mudah untuk melakukan operasi plastik
karena jumlah klinik operasi plastik sangat banyak. Holliday (2012) mennjukkan
bahwa klinik oeprasi plastik dan perawatan wajah banyak ditemui di pusat perbelanjaan
kota. Selain itu, menurut Edmonds (dalam Swami, Chamorro-Premuzic, Bridges,
& Furnham, 2009) pendapatan pasien (aktris) yang cenderung tinggi, kemajuan
teknologi dalam konteks keamanan operasi meningkat, dan biaya yang lebih rendah
mampu mengurangi tingkat kecemasan para pasien untuk melakukan operasi plastik.
Lalu terdapat adanya pengaruh
dari kultur dan media sebagai subjective
norms. Umumnya pencitraan kecantikan yang diharapkan oleh aktris
menurut Groesz, Levine dan Murnen (dalam
Tiggemann, Slater, Bury, Howkins, & Firth, 2013) tersalurkan melalui segala
cara, seperti pengaruh dari orang tua, teman sesama aktris, dan media massa
yang membawa pengaruh dari budaya di dalam dunia hiburan mereka. Salah satu
kegunaan media adalah meningkatkan kepentingan dari selebriti dan trend budaya dalam memengaruhi kehidupan
atau menjadi trendsetter pada
anak-anak muda (Giles & Maltby, 2004). Crockett, Pruzinsky, dan Persing, dan Sarwer dkk. (dalam Swami,
Chamorro-Premuzic, Bridges, & Furnham, 2009) menyatakan bahwa
sepuluh tahun terakhir menunjukkan peningkatan liputan informasi mengenai
operasi plastik pada media Oleh karena
itu, media banyak memuat informasi mengenai trend
operasi plastik di kalangan selebriti.
Kemudian para aktris Korea
tersebut menentukan sikapnya melalui evaluasi terkait
dengan perilaku dan pengaruh
lingkungan (Ajzen,
2005) atau yang disebut dengan attitude
toward behavior. Lingkungan
dalam konteks ini menurut
Sharon Lee (dalam KoreAm, 2012) adalah budaya melakukan operasi plastik di Korea karena adanya pengaruh industri K-Pop yang populer dengan musik dan
tampilan fisiknya yang tidak lain berasal dari operasi plastik. Hal
ini menyebabkan adanya self
justification
atau cognitive dissonance yang menggambarkan
inkonsistensi
seseorang antara perilaku dan keyakinannya, ditandai dengan kecenderungan membenarkan
perilaku dan menyangkal hal negatif terkait dengan perilaku (Festinger, 1957).
Orang-orang termasuk aktris Korea
tidak menghubungkan afeksi negatif dan mengacuhkan rasa sakit serta trauma dari
proses operasi plastik karena didasari alasan untuk kecantikan (George, Dilaki,
& Tsekeris, 2012). Hasil pemaknaan operasi plastik bagi mereka cenderung
mengarah ke konsonansi (tampil cantik) daripada disonansinya (rasa sakit dan
trauma). Kemudian, ketiga hal di atas nantinya membentuk niatan para aktris
Korea untuk melakukan operasi plastik. Niatan tersebut akhirnya direalisasikan
oleh mereka
(Ajzen, 1991).
Sikap
dari perilaku operasi plastik dapat berasal dari bagaimana perasaan, persepsi,
dan perilaku mereka. Ketiga hal tersebut merupakan faktor yang mendahului sikap
(Myers, 2010). Para aktris merasa senang melakukan operasi plastik karena dapat
mempercantik dirinya sesuai dengan yang diinginkan, dan berpikiran bahwa tampil
cantik merupakan keharusan di dalam dunia hiburan Korea (Mala, 2013). Oleh karena
itu, mereka memutuskan untuk melakukan operasi plastik.
PUSTAKA ACUAN
Ajzen, I.
(1991). The theory of planned behavior. Organizational
Behavior and Human Decision Processes, 50, 179-211.
Ajzen, I.
(2005). Attitudes, Personality and
Behaviour: Open University Press.
Astuti, L.
(2009). Hubungan iklan produk kecantikan
di televisi dengan orientasi tubuh wanita bekerja. Skripsi, tidak
diterbitkan, Fakultas Ekologi Manusia Institut Pertanian Bogor, Bogor.
Festinger,
L. (1957). A theory of cognitive dissonance. Stanford, CA:
Stanford University Press.
George,
A., Dilaki, G., & Tsekeris, C. (2012). The "beautiful" pain:
Cosmetic surgery and the embodiment of pain. JAHR, 3 (25).
Giles,
D. C., & Maltby, J. (2004). The role of media figures in adolescent development:
relations between autonomy, attachment, and interest in celebrities. Personality
and Individual Differences, 36(4), 813-822.
Holliday, R.
(2012). Gender,
Globalization and Aesthetic Surgery in South Korea. Diunduh 28 Maret 2013,
dari http://www.academia.edu/726850/Gender_Globalization_and_Cosmetic_Surgey_in_South_Korea
Kim, Y., &
Sundar, S. S. (2012). Visualizing ideal self vs. actual self through avatars:
Impact on preventive health outcomes. Computers in Human Behavior, 28(4),
1356-1364.
KoreAm. (2012). December
issue: Korea’s plastic surgery boom attributed to rise of k-pop. Diunduh 31
Maret 2013, dari iamkoream.com/december-issue-koreas-plastic-surgery-boom-attributed-to-rise-of-k-pop/
Mala (2013, 11
Maret). Artis korea yang akui operasi plastik. Nyata, hlm.55.
Myers, D. G. (2010).
Social psychology (10th
ed.). Holland: McGraw-Hill.
Nelwandi, Y. H.
(2010). Carl rogers: The self, defense,
and psychosis. Diunduh 25 Maret 2013, dari http://psipop.blogspot.com/2010/03/carl-rogers-self-defense-dan-psychosis.html
Samadzadeh,
M., Abbasi, M., & Shahbazzadegan, B. (2011). Survey of Relationship between
Body Image and Mental Health among Applicants for Rhinoplasty before and after
Surgery. Procedia - Social and Behavioral
Sciences, 30(0), 2253-2258.
Swami, V.,
Chamorro-Premuzic, T., Bridges, S., & Furnham, A. (2009). Acceptance of
cosmetic surgery: Personality and individual difference predictors. Body
Image, 6, 7-13.
Tiggemann,
M., Slater, A., Bury, B., Hawkins, K., & Firth, B. (2013). Disclaimer
labels on fashion magazine advertisements: Effects on social comparison and
body dissatisfaction. Body Image, 10(1), 45-53.
0 komentar:
Posting Komentar