Paper Psikologi Sosial

Selasa, 02 April 2013


PSIKOLOGI SOSIAL I / KP-B
 PAPER I - SOCIAL THINKING
OPERASI PLASTIK PADA AKTRIS KOREA
Dosen Pembimbing : Ananta Yudiarso, S. Sos., M. Si.
Kelompok 5
Firza E. Prasetyo (5120206), Alvina Putri (5120016), dan Michael Joshua (5120167)
Fakultas Psikologi Universitas Surabaya
 

I.     SINOPSIS KASUS
Dunia hiburan menuntut penampilan. Segala cara seperti operasi plastik pun kerap dilakukan.   Misalnya saja seperti beberapa aktris Korea, seperti Han Sun-Hwa ‘Secret’, Goo Ha-ra ‘KARA’, Park Min Young, dan Nam Gyuri. Keempat artis tersebut melakukan lebih dari satu kali operasi plastik pada wajahnya. Bagi mereka, tampil cantik adalah sebuah keharusan yang dimiliki aktris dalam dunia hiburan. Oleh karena itu, operasi plastik merupakan fenomena yang wajar bagi lingkungan artis di Korea. Bahkan salah satu dari mereka mengakui mendapat dukungan dari keluarganya (Mala, 2013).

II.  ANALISIS KASUS
Fenomena operasi plastik di kalangan aktris Korea berhubungan dengan asumsi para aktris mengenai hal tersebut. Selain itu, terdapat peran media dan kultur yang membentuk asumsi para aktris ini.
Awalnya, terdapat ideal-self dan real-self pada fenomena operasi plastik ini. Menurut Carl Roger, real-self adalah keadaan seseorang sesungguhnya, sedangkan ideal-self  adalah keadaan yang ingin mereka bentuk sendiri (dalam Nelwandi, 2010). Pada kasus ini, bentuk wajah asli para aktris tersebut sebelum dioperasi plastik adalah real-self  dan bentuk wajah seusai operasi plastik adalah ideal-self mereka. Dalam hal ini, para aktris Korea tersebut mengalami body dissatisfaction. Higgins mengungkap bahwa dimana ketidaksesuaian antara ideal dan real-self dari mereka dapat menyebabkan terjadinya body disstatisfaction (dalam Kim & Sundar, 2012). Greenberg menyatakan bahwa perilaku operasi plastik ini juga menunjukkan bahwa aktris Korea sebagai pelakunya mengalami body dissatisfaction (Samadzadeh, Abbasi, & Shahbazzadegan, 2011).
Ideal self ini terbentuk dari adanya social self dimana individu mampu mengenali dan menempatkan peran sosial sesuai dengan lingkungan sosialnya (Myers, 2010). Pada aktris Korea ini, mereka mengetahui dan menjalankan penuh peran sosialnya dalam menjaga citra tubuh sebagai seorang aktris melalui social comparison dengan aktris lainnya (Astuti, 2009). Selain itu, pembentukan diri juga dipengaruhi oleh self knowledge, self esteem, dan self concept.
Self knowledge aktris mengungkap bahwa mereka seseorang aktris yang membedakan peran sebagai wanita berpenampilan menarik dengan yang orang biasa-biasa saja dalam bentuk pencitraan tubuh (Astuti, 2009). Aktris tersebut mempunyai self concept yang rendah karena merasa dirinya mempunyai wajah yang kurang menarik. Namun, adanya tuntutan self-esteem yang tinggi sebagai seorang aktris. Hal inilah yang menyebabkan mereka melakukan operasi plastik untuk menyeimbangkan tingkat self concept dan self esteem-nya.
Perilaku operasi plastik ini adalah hasil dari perencanaan perilaku yang mempunyai faktor-faktor pembentuk dan saling memengaruhi. Faktor-faktor inilah yang menjadi akar permasalahan mengapa para aktris Korea melakukan operai plastik. Menurut Ajzen (1991), perencanaan perilaku memiliki 3 komponen yang mengawalinya (attitude toward behavior, subjective norms, dan perceived control) dan sebuah niat (behavior intention) akan melakukan sesuatu sehingga akhirnya terbentuk perilaku.
Dasar perilaku operasi plastik ini sebenarnya terletak bagaimana aktris mengasumsikan sulit-tidaknya perilaku tersebut dilakukan. Hal ini disebut Ajzen (1991) sebagai perceived control. Dalam kasus ini, para aktris Korea tergolong mudah untuk melakukan operasi plastik karena jumlah klinik operasi plastik sangat banyak. Holliday (2012) mennjukkan bahwa klinik oeprasi plastik dan perawatan wajah banyak ditemui di pusat perbelanjaan kota. Selain itu, menurut Edmonds (dalam Swami, Chamorro-Premuzic, Bridges, & Furnham, 2009) pendapatan pasien (aktris) yang cenderung tinggi, kemajuan teknologi dalam konteks keamanan operasi meningkat, dan biaya yang lebih rendah mampu mengurangi tingkat kecemasan para pasien untuk melakukan operasi plastik.
Lalu terdapat adanya pengaruh dari kultur dan media sebagai subjective norms. Umumnya pencitraan kecantikan yang diharapkan oleh aktris menurut  Groesz, Levine dan Murnen (dalam Tiggemann, Slater, Bury, Howkins, & Firth, 2013) tersalurkan melalui segala cara, seperti pengaruh dari orang tua, teman sesama aktris, dan media massa yang membawa pengaruh dari budaya di dalam dunia hiburan mereka. Salah satu kegunaan media adalah meningkatkan kepentingan dari selebriti dan trend budaya dalam memengaruhi kehidupan atau menjadi trendsetter pada anak-anak muda (Giles & Maltby, 2004). Crockett, Pruzinsky, dan Persing, dan Sarwer dkk. (dalam Swami, Chamorro-Premuzic, Bridges, & Furnham, 2009) menyatakan bahwa sepuluh tahun terakhir menunjukkan peningkatan liputan informasi mengenai operasi plastik pada media  Oleh karena itu, media banyak memuat informasi mengenai trend operasi plastik di kalangan selebriti.   
Kemudian para aktris Korea tersebut menentukan sikapnya melalui evaluasi terkait dengan perilaku dan pengaruh lingkungan (Ajzen, 2005) atau yang disebut dengan attitude toward behavior. Lingkungan dalam konteks ini menurut Sharon Lee (dalam KoreAm, 2012) adalah budaya melakukan operasi plastik di Korea karena adanya pengaruh industri K-Pop yang populer dengan musik dan tampilan fisiknya yang tidak lain berasal dari operasi plastik. Hal ini menyebabkan adanya self justification atau cognitive dissonance yang menggambarkan inkonsistensi seseorang antara perilaku dan keyakinannya, ditandai dengan kecenderungan membenarkan perilaku dan menyangkal hal negatif terkait dengan perilaku (Festinger, 1957).
Orang-orang termasuk aktris Korea tidak menghubungkan afeksi negatif dan mengacuhkan rasa sakit serta trauma dari proses operasi plastik karena didasari alasan untuk kecantikan (George, Dilaki, & Tsekeris, 2012). Hasil pemaknaan operasi plastik bagi mereka cenderung mengarah ke konsonansi (tampil cantik) daripada disonansinya (rasa sakit dan trauma). Kemudian, ketiga hal di atas nantinya membentuk niatan para aktris Korea untuk melakukan operasi plastik. Niatan tersebut akhirnya direalisasikan oleh mereka (Ajzen, 1991).
Sikap dari perilaku operasi plastik dapat berasal dari bagaimana perasaan, persepsi, dan perilaku mereka. Ketiga hal tersebut merupakan faktor yang mendahului sikap (Myers, 2010). Para aktris merasa senang melakukan operasi plastik karena dapat mempercantik dirinya sesuai dengan yang diinginkan, dan berpikiran bahwa tampil cantik merupakan keharusan di dalam dunia hiburan Korea (Mala, 2013). Oleh karena itu, mereka memutuskan untuk melakukan operasi plastik.


PUSTAKA ACUAN


Ajzen, I. (1991). The theory of planned behavior. Organizational Behavior and Human Decision Processes, 50, 179-211.
Ajzen, I. (2005). Attitudes, Personality and Behaviour: Open University Press.
Astuti, L. (2009). Hubungan iklan produk kecantikan di televisi dengan orientasi tubuh wanita bekerja. Skripsi, tidak diterbitkan, Fakultas Ekologi Manusia Institut Pertanian Bogor, Bogor.
Festinger, L. (1957). A theory of  cognitive dissonance. Stanford, CA: Stanford University Press.
George, A., Dilaki, G., & Tsekeris, C. (2012). The "beautiful" pain: Cosmetic surgery and the embodiment of pain. JAHR, 3 (25).
Giles, D. C., & Maltby, J. (2004). The role of media figures in adolescent development: relations between autonomy, attachment, and interest in celebrities. Personality and Individual Differences, 36(4), 813-822.
Holliday, R. (2012). Gender, Globalization and Aesthetic Surgery in South Korea. Diunduh 28 Maret 2013, dari http://www.academia.edu/726850/Gender_Globalization_and_Cosmetic_Surgey_in_South_Korea
Kim, Y., & Sundar, S. S. (2012). Visualizing ideal self vs. actual self through avatars: Impact on preventive health outcomes. Computers in Human Behavior, 28(4), 1356-1364.
KoreAm. (2012). December issue: Korea’s plastic surgery boom attributed to rise of k-pop. Diunduh 31 Maret 2013, dari iamkoream.com/december-issue-koreas-plastic-surgery-boom-attributed-to-rise-of-k-pop/
Mala (2013, 11 Maret). Artis korea yang akui operasi plastik. Nyata, hlm.55.
Myers, D. G. (2010). Social psychology (10th ed.). Holland: McGraw-Hill.
Nelwandi, Y. H. (2010). Carl rogers: The self, defense, and psychosis. Diunduh 25 Maret 2013, dari http://psipop.blogspot.com/2010/03/carl-rogers-self-defense-dan-psychosis.html
Samadzadeh, M., Abbasi, M., & Shahbazzadegan, B. (2011). Survey of Relationship between Body Image and Mental Health among Applicants for Rhinoplasty before and after Surgery. Procedia - Social and Behavioral Sciences, 30(0), 2253-2258.
Swami, V., Chamorro-Premuzic, T., Bridges, S., & Furnham, A. (2009). Acceptance of cosmetic surgery: Personality and individual difference predictors. Body Image, 6, 7-13.
Tiggemann, M., Slater, A., Bury, B., Hawkins, K., & Firth, B. (2013). Disclaimer labels on fashion magazine advertisements: Effects on social comparison and body dissatisfaction. Body Image, 10(1), 45-53.

0 komentar:

Posting Komentar